-bagaimana sumber daya manusia yang dibutuhkan dalam otonomi daerah -jelaskan hubungan kepala daerah dan DPRD dalam penyelenggaraan otonomi daerah
PPKn
farhanmushafa
Pertanyaan
-bagaimana sumber daya manusia yang dibutuhkan dalam otonomi daerah
-jelaskan hubungan kepala daerah dan DPRD dalam penyelenggaraan otonomi daerah
-jelaskan hubungan kepala daerah dan DPRD dalam penyelenggaraan otonomi daerah
1 Jawaban
-
1. Jawaban MayjendYandha09
- Semenjak bergulirnya UU Nomor 22 tahun 1999, pertanyaan yang paling mendasar adalah, mampukah Daerah melaksanakan kewenangan otonomnya secara mandiri, efektif dan berhasil? Keraguan ini didasari oleh fakta bahwa selama masa berlakunya UU Nomor 5 tahun 1974, kapasitas dan kinerja Pemerintah Daerah tidak begitu menonjol. Segala sesuatu yang berhubungan dengan struktur keorganisasian dan fungsi ketatalaksanaan lebih dikendalikan dari atas. Akibatnya, kemampuan yang ditunjukkan selama ini dapat dikatakan kemampuan yang semu. Oleh karena itu, untuk menjamin terselenggaranya desentralisasi secara utuh dan berkesinambungan, perlu ditempuh program pengembangan kapasitas aparatur. Dan kapasitas yang terpenting untuk dibangun pada tahap awal adalah kapasitas SDM. Kapasitas SDM ini diharapkan akan menjadi trigger untuk meningkatkan kapasitas bidang-bidang lainnya (keuangan, infrastruktur, dan sebagainya).
klo sedangkan soal no 2
- Dengan adanya upaya mewujudkan otonomi daerah, persoalan hukum pemerintah daerah semakin luas, kompleks, dan banyak hal yang perlu dikaji. Salah satu hal yang sangat mendasar adalah masalah “hubungan kewenangan antara DPRD dengan Kepala Daerah”.Secara historis, hubungan kedua lembaga pemerintahan daerah tersebut mengalami pasang surut, dalam periode tertentu DPRD lebih dominan, dalam periode lain Kepala Daerah lebih dominan. Pola hubungan demikian belum memberikan suatu iklim yang kondusif dalam proses mewujudkan otonomi daerah di Indonesia.Berpedoman pada kelemahan dan pola-pola yang lalu, di masa datang harus dibangun suatu konsep atau prinsip seimbang, setara (sederajat), dan kemitraan atas semangat “check and balance” yang pengaturannya dirumuskan secara tegas di dalam UUD 1945 dan dijabarkan di dalam UU tentang pemerintahan daerah.Manfaat buku ini bagi meneka yang haus akan ilmu antara lain meningkatkan wawasan intelektualitas dan wibawa dalam memahami dinamika kehidupan politik dan hukum yang kadang dipikirkan sangat tidak ideal.
Dalam sejarah administrasi publik pernah dipersoalkan pemisahan antara kekuasaan eksekutif dan legislatif secara riil, yang dikenal dengan “dikotomi administrasi politik” tetapi ternyata dunia legislatif dan eksekutif bukan dunia dikotomis. Meskipun memiliki fungsi yang berbeda tetapi sifat dari fungsi tersebut sangat komplementer atau saling mengisi.
Sejak otonomi daerah berlaku di Indonesia berdasarkan UU Nomer 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah pada tahun 2001, peluang penelitian dengan menggunakan perspektif keagenan (agency theory) terbuka lebar. UU tersebut memisahkan dengan tegas antara fungsi pemerintah daerah (eksekutif) dengan fungsi perwakilan rakyat (legislatif). Berdasarkan pembedaan fungsi tersebut, eksekutif melakukan perencanaan, pelaksanaan, dan pelaporan atas anggaran daerah, yang merupakan manifestasi dari pelayanan kepada publik, sedangkan legislatif berperan aktif dalam melaksanakan legislasi, penganggaran, dan pengawasan.